gentamerah.com || Lampung Utara - Puluhan Unjuk rasa yang tergabung dari Aliansi Masyakarat Peduli Lampung Utara (Ampera) menggelar unjuk rasa, mempertanyakan hasil audit anggaran rumah sakit Ryacudu Kotabumi.
Massa gabungan dari berbagai elemen, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada di Lampung Utara yaitu dari Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK), Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK), Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional (LPKN) dan LSM Maju Adil Jagat Makmur Sentosa (MAJAS), mendatangi kantor pemerintah daerah, inspektorat dan kejaksaan negeri Kotabumi.
Dalam orasinya, ketua Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK), Exsadi yang sekaligus korlap unjuk rasa meminta kepada pemerintah daerah dan pihak terkait agar anggaran rumah sakit tersebut di audit ulang, pasalnya ada indikasi audit awal tidak mendasar.
Baca Juga : Blunder, Pemeriksaan Dugaan Kebocoran RSD Ryacudu Kotabumi,Hutang Rp11 M Diduga Nguap
"Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan, segala aktivitas akan berjalan jika k esehatan menyertai setiap orang. Untuk itu dalam penyelenggaraan negara diperlukan suatu badan untuk menjamin kesehatan rakyat nya. Hal ini sesuai dengan, Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan," kata Exsadi, di halaman Pemkab Lampura, Kamis (26/08/2021).
Menurutnya, kesejahteraan para pelayan kesehatan menjadi hal yang harus diperhatikan, sebab hal itu berkaitan dengan kinerja mereka. “Bagaimana mau mengobati kalau pelayannya tidak sehat. Persoalan yang terjadi di RSUD Mayjend HM Ryacudu Kotabumi Lampung Utara ini, menyita perhatian publik karena ada dugaan mempunyai hutang hingga Rp 11 Miliar, namun masih banyak para tenaga kesehatan yang belum dibayar berbulan-bulan,” ujarnya.
Menurut dia, sesuai dengan hasil audit yang dilakukan Inspektorat dan BPKP Perwakilan Lampung beberapa waktu lalu, adanya dugaan kebocoran anggaran di RSUD Mayjend HM Ryacudu Kotabumi, hingga mengalami hutang belasan Milyar.
“Dengan adanya permasalahan tersebut, Aliansi Masyarakat Peduli Lampung Utara (AMPERA) melakukan kajian dan analisis secara mendasar, dengan mengumpulkan fakta-fakta yang ada dilapangan," ujarnya.
Terkait overload pegawai, kata Exandi, pihak inspektorat dalam pres rilis media, menyatakan bukan satu-satunya penyebab hutang-hutang Rumah sakit plat merah itu, fakta dilapangan adanya jaspel Nakes dan supir ambulance yang belum terbayarkan selama 12 bulan.
"Kalau masalah overload karyawan, kita artikan ini tidak sesuai kebutuhan rumah sakit itu sendiri, hal ini mengindikasikan kurangnya pemahaman sistem BLUD Rumah sakit, seperti contoh Struktur Dewan Pengawas tidak sesuai dengan PERMENKES NO. 10 Tahun 2014. Tentang dewan pengawas rumah sakit BAB II pasal 9 . ayat (1). Keanggotaan dewan pengawas terdiri dari unsur pemilik rumah sakit organisasi profesi asosiasi perumah sakitan dan tokoh masyarakat," katanya.
Hasil audit inspektorat, lanjut exsadi, terkait hasil temuan berupa hutang RSUD Ryacudu yang senilai Rp11 Milyar, tidak mendasar, karena bertolak belakang dengan LHP BPK RI dari tahun 2017 sampai dengan 2020 menyatakan BLUD Surplus.
"Hutang RSUD yang berkisar 11milyar, menurut keterangan inspektorat 60% biaya kesehatan dan operasional, ini pendapat kami tidak mendasar, karena Tim melakukan investigasi ke BPJS Cabang Kotabumi melalui surat PGK No. 145/B/Sek/08/2021 Prihal Mohon permintaan Data Klaim BPJS RSUD Ryacudu, pada tahun anggaran 2020 RJTL sebesar Rp. 6. 323,040,600, RITL Sebesar Rp. 12.648,508,200, Ambulance Sebesar Rp. 434.853,690, Klaim Obat Kronis Sebesar Rp. 1. 097, 905, 994, Total keseluruhan Klaim BPJS Tahun 2020 sebesar Rp. 20,504,308,484," terang dia.
Sedangkan tahun Anggaran 2021, ungkap exsadi dari januari sampai dengan April RJTL sebesar Rp. 1.914,777,000, RITL Sebesar Rp. 2. 516,184,500. Ambulance sebesar Rp. 16.501,520, Klaim Obat Kronis sebesar Rp178.455,251, total keseluruhan klaim BPJS Tahun 2021 januari -April sebesar Rp. 4. 625, 918, 271.
AMPERA menyatakan sikap, meminta direktur RSUD Mayjend HM Ryacudu di evaluasi lagi, terkait Pembentukan Dewan Pengawas BLUD RSUD Mayjend HIM Ryacudu Kotabumi Lampung Utara dengan mengacu pada PERMENKES No 10 Tahun 2014 Tentang Dewan Pengawas Rumah Sakit.
Direktur rumah sakit juga diminta agar dapat menerapkan standar Gaji Tenaga Honorer BLUD sesuai Perbup dan diminta untuk tidak memberhentikan tenaga honorer serta menyelesaikan kewajiban dengan memberikan hak dari seluruh Tenaga Honorer yang sampai saat ini tidak ada kejelasan.
Ampera meminta kepada Bupati Lampung Utara untuk memanggil Tim Inspektorat, terkait hasil Audit yang menyatakan RSUD Terhutang Rp11 Milyar, karena menjadi polemik dan menjadi olok olokan di media sosial.
"Kami juga meminta Inspektorat dan BPKP untuk mengaudit ulang serta menyeluruh sistem manajemen keuangan dari tahun 2014-2020 dan melibatkan unsur masyarakat dan meminta Aparat Penegak Hukum (Kejaksaan ) memeriksa seluruh Pejabat RSUD HM Ryacudu dari 2014-2020 yang disinyalir pengelolaan management keuangan menjadi Carut-marut. Dengan bukti awal berupa hasil temuan inspektorat yang menyatakan hutang Rp11 M," harapnya.
Dalam kesempatan itu, Asisten I Pemkab Lampura, Mankodri berjanji akan segera menindak lanjuti permintaan aksi massa tersebut.
"Kami akan melaporkan kepada bapak bupati lampung Utara, terkait permasalahan yang ada dirumah sakit Ryacudu Kotabumi. Agar aspirasi dari rekan-rekan semua ditindaklanjuti. Dalam waktu dekat ini kita akan kumpulkan pihak-pihak terkait yang ada dirumah sakit Ryacudu," ujarnya.
Bertolak dari Pemkab Lampura, para pengunjuk rasa mendatangi Kejaksaan Negeri Kotabumi, dan diterima oleh Kasi Inteljen Kejari Lampura, I Kadek Dwi Ariatmaja.
"Jangan khawartir, apabila di indikasi ada kerugian negaranya, maka kami akan memprosesnya, kami juga meminta kepada rekan-rekan untuk mengawal permasalahan ini,” kata dia.
Laporan : Gian Paqih
Editor : Seno