Headline

PPK “Nilai Tinggi” Manisnya Permainan Tingkat Tinggi

 

PPK “Nilai Tinggi” Manisnya Permainan Tingkat Tinggi

“Katanya ada kongkalingkong ya, tapi ku kira ini emang dah jadi tradisi lama. Celahnya memang dapat untuk menggugurkan seseorang, jadi ya sah sah aja bagi mereka. Terus yang digugurkan apa ya mau diam,” celoteh seorang kawan, disebuah warung soto didepan SPBU Blambanganumpu.

 Menyimak celoteh itu aku dan tiga rekan, sahabatku masih asyik menikmati hangatnya kuah soto babat, meski agak dipedisin dikit, tapi lidah tetap menikmati tanpa peduli perut nanti melilit. Seperti tak pedulinya para komisioner yang asyik dengan permainanya, tak peduli teriakan mereka yang dimainkan.

“Lah kok mau diperdulikan, ibarat kata permainan itu karena hasil dari permainan, jadi sudah jadi tradisi bermain dengan sebuah permainan empuk yang celahnya mereka kuasai,” tampal sahabat, sambil ngunyah bakwan hangat seraya gigit cabai hijau rawit.

Mulutnya yang mulai merasakan pedas, cukup diobati dengan air putih hangat-hangat kuku, dan terus diulangi dengan ngunyam cabai rawitnya. Sulit mau kapok, karena nikmat rasanya, apalagi ada pesanan, semua itu tak kan terasa.

“Soal nilai tinggi, itukan tes kemampuan. Wawancara itu tes pesanan dan atau tes suka tak suka, bisa juga murni murnian. Jadi terserah merekas ebagai penyelenggara,” kataku asal jeplak, sambil ngisap sebatang rokok filter, asapnya ngepul dan hilang ditelan angin yang datang.

Seperti jawabanku yang hanya sekenanya, meski tak tahu kemana arah celoteh kawan itu, apa tentang jabatan, atau tentang apa. Yang kusimak, mungkin tentang pantia pemilihan kecamatan (PPK), karena aku tak paham dunia politik itu, yang ku tahu hanyalahs ebuah permainan yang acap kali diperankan mereka.

“Kabarnya akan dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Ya syukurlah, paling tidak ada yang berani melakukan Tindakan atas Tindakan yang semena-mena itu,” kata kawan yang duduk tepat didapanku, sambil merogoh saku bajunya, hendak membayar makanan, entah yang kami makan semua atau hanya punya dia sendiri.

Perhitunganya jelimet  kawan satu ini, padahal baru cair dari lihainya politik dia memainkan kata. Meski jumlahnya aku tak tahu, tapi yang jelas terlihat banyak, tapi rahasia bener. Yah seperti mainan politik tingkat tinggi dengan petinggi penyelenggaranya, meski taka da yang tahu, tapi banyak tersirat.

“Hah, sudahlah akum au pulang, bayar sendiri-sendiri ni ceritanya,” ujar sahabatku. Kawan yang tadi merogoh sakunya hanya tersenyum simpul. Dan kami mulai bubar, semoga bubarnya ini tidak membubarkan setingan para pemegang kekuasaan yang bermainan dengan mainan politiknya. ***

close