Headline

Ga Enak Kok Minta Ga Dibuang, “Kuah Soto” Seperti Jabatan

 LENTARA HATI

 

Ga Enak Kok Minta Ga Dibuang, “Kuah Soto” Seperti Jabatan

“Mempertahankan jabatan atau menutupi kesalahan,” celoteh seorang kawan diwarung soto Mbokde, sekitar Kubota Baradatu.

Aku yang baru datang dan tak nyimak obrolan kawan-kawan dibangku Panjang, yang terbuat dari papan tebal yang centinya akau ga tahu itu, hanya berusaha menyapa mereka, dengan senyum dan anggukankan.

Sekalian aku pesan soto tanpa telor dan kecap, bahkan kubiarkan tetap bening, karena aku tak mau ada rasa lain yang mencampuri sotoku.

“Kasih sambal dikit mas, biar agak pedas. Soto kok bening gitu, opo rasane,” kata seorang kawan mengomentari soto yang mulai kusantap.

Aku hanya tersenyum, karena masalah rasa, aku yakin mbokde pembuat soto itu dah paham betul, sotonya enak apa enggak, jadi ga perlu kucampuri dengan aneka rasa lain. Bahkan mbokde itu tahu, gelagat pemesan sotonya usai menyantap soto buatnya. Jelas sekali, kalau memang gak habis dan sisanya masih banyak, akan dibuang, disitu kualitas rasa dipertaruhkan.

Kalau ga berkualitas ya gak usah takut dibuang, tak perlu mencampur adukan dengan rasa lain, yang nyatanya tidak mempengaruhi kualitas rasa.

“Halah, dah kayak kursi jabatan aja mas, ini kan soto. Bukan jabatan, kalau jabatan biasanya dibayar dulu baru dapat kursi mas, kalau ini kan kita nikmati dulu baru bayar,” seronoh kawan yang duduk disebelahku, sambil tertawa lebar. Bahkan aku gak paham, antara bayar dengan jabatan.

Seperti yang ada dibenakku, obrolan itu tentu tentang mempertahankan jabatan dengan berbagai cara, ini mungkin saja lho. Karena setahuku semua jabatan itu yang berhak rolling itu ya orang nomor satu, dan seharusnya tidak ada pengaruh dan bisikan dari manapun, sesuai dengan kemampuan, bukan seperi soto harus dengan kecap dan sambal.

Ah, kecap dan sambal bahkan ditambah saos itu hanya pelengkap, saat racikannya tidak berkwalitas maka akan bepengaruh dengan rasa, ga enak ya jelas buang.  Ya sudahlah, aku take nak banyak membahas yang aku sendiri bingung.

Aku segera pamit duluan, meski rasa khawatirku menyelimuti benak. Takut seperti biasa mereka minta dibayari, sedangkan uang disaku celanaku seperti mempet, rokokpun habis sudah diembat kawan-kawan.

Seperti rasa khawatirnya pejabat yang saat tak berkwalitas takut dengan non job. Bukan soal likes and dislikes, harusnya begitu, tapi soal kemampuan dan kualitas.  

close